Disaat semua orang sudah terlelap, Habib masih sibuk melantunkan ayat-ayat indahnya. Hanya untuk mencari rida Allah dia rela mengorbankan waktu tidurnya. Habib bukanlah anak yang mudah menghafal alquran seperti teman-temannya yang lain. Habib bukanlah tipe yang mudah menyerah dan berkecil hati. Selalu tergiang dalam pikirannya “Fa inna ma`al `usri yusra” dan di ta`kidkan lagi “inna ma`al `usri yusra” bahwa di balik kesulitan itu pasti ada kemudahan.
Bagaimana cara mendapatkan kemudahan itu? Tentunya dengan usaha dan ikhlas menjalankannya. Habib Arslan, ibunya memberikan nama Arslan karena terinspirasi dengan Alp Arslan Sultan kedua dari dinasti selcuk penakluk (kawasan persia dan Asia Tengah) ekspedisi pertamanya ke Turki untuk menaklukkan Cappadocia (its my dream).
Menghafal mudah, menjaga tak semudah dibayangkan. Habib tak ingin hafalannya lepas begitu saja, ibarat kuda yang diikat karena ikatannya tak kuat kuda itu mudah saja melepaskan ikatannya lalu kabur. Seperti itu juga hafalan kalau tidak diulang maka akan mudah lupa. Habib mengambil waktu murajaah disepertiga malam setelah salat tahajud.
Dari waktu ke waktu dia mungulang hafalannya hingga waktu subuh tiba. Santri Rumah Tahfiz Zam Zami bangun sebelum azan berkumandang. Bagi santri yang tidurnya terlalu nyenyak mesti harus membangunkannya menggunakan rotan, tak cukup dengan rotan terpaksa diguyur dengan air seember.
Jadwal waktu tasmi` setelah zikir subuh. Setiap santri sudah harus antri untuk tasmi` tentunya para asatidz harus datang tepat waktu. Semua santri sudah menyetorkan hafalannya akan tetapi Habib tidur dalam keadaan duduk. Syeikh Ali sudah memanggilnya berkali-kali tanpa sahutan dari Habib. Salah seorang temannya pun menyentuh pundak Habib. Dia kaget dan terbangun seketika,” Habib limadzannaumu atsnaaddirosah. Habib kenapa tidur di pelajaran”. Tanya Syeikh pelan “`afwan ya syeikh ,lan ukarriroha marratan ukhro. Maaf syeikh saya ga bakalan ngulanginya lain kali” jawab Habib dengan rasa bersalahnya. Walaupun Habib mengorbankan waktu tidurnya, dia tetaplah manusia biasa yang membutuhkan tidur yang cukup. Tapi apalah daya walaupun umur masih lima belas tahun jiwa semangat harus seperti umur 20 tahun. Masih untung setiap kali Habib tasmi` selalu lancar dan bersuarakan merdu, sehingga Syeikh tak pernah marah kepadanya, hanya menegur pelan.
Terbit nya matahari ku riang
Namun rasa kantuk menyerang
Kapankah malam bersemi kembali
Kan ku manjakan kantukku dimalam
Takkan lagi iya datang di pagi cerah
Tuk apakah kau lakukan ini , hai kasihku!
Tuturan ini ku sangat mengenal nya
Tapi siapakah?
Akulah pangeran mu
Kau baca aku dipagi cerah mu
Tak cukup kau baca aku di sepertiga mu
Nada demi nada
Ayat demi ayat terlantun
Oh keindahan al-quran
Dibaca dengan baik nan merdu
Kau korbankan waktumu untuk ku
Kini dalam liang mu aku temani
Hai kasihku
Tetesan air mata duniamu
Yang kau tanam kini kau tuai
Betapa bahagianya ayah ibumu
Terpasang mahkota syurga nan indah
Setelah tiga tahun lamanya Habib telah menyelesikan hafalannya dengan gelar hafiz yang mutkin walaupun teman-temannya telah selesai lebih dulu dari Habib itupun tidak akan membuatnya insecure, karena di sinilah dia akan memulainya. Dia akan pergi ke negara Turkiye untuk menggali ilmu yang hampir punah pada masa usmaniyah. Perjalannan menuju turkiye ditempuh dalam waktu enam belas jam tanpa transit. Berangkatlah Habib menuju bandara Soekarno Hatta setelah melewati proses check in, sedikit menunggu sebentar untuk pemeriksaan bagasi.
”Atas nama tuan Habib Arslan agar segera menuju check in counter“. Setelah mendengar pengumuman dari meja resepsionist Habib segera menuju check in counter. Petugas meminta Habib untuk membuka bagasinya, karena alat pendeteksi barang yang dilarang dibawa kepesawat berbunyi. Setelah dibuka ternyata powerbank lah pelakunya. Habib berfirasat akan ada barang terlarang seperti narkoboy di dalam koper bagasinya seperti cerita dalam film film (korban fitnah) Alhamdulillah dia di jauhkan dari segala keburukan . ”Untung aja tadi sudah baca doa sebelum check in” gumamnya.
Waktunya pesawat akan take off, Habib teringat pesan ibunya jika telinga berdenging saat take off makan buah pir yang sudah disiapkan oleh ibunda, langsung saja dia mengambil kotak makan dari ranselnya sebelum dimasukkan ke kabin. Ketika take off, benar saja kata ibunda telinga Habib tidak berdenging. Akan tetapi teman yang duduk di sampingnya merasakan telinganya berdenging. Habib-pun menawarkan buah pirnya ,dan temannya pun merasa nyaman ketika pesawat lepas landas.
Dari jam 21.40-05.55 tibanya di Istanbul bandara Ataturk Habib langsung mencari kamar mandi untuk berwudhu. Petugas kebersihan pun terlihat keren di negara ini. Habib bertanya dengan menggunakan bahasa arab, syukurlah mereka mengerti. Ketika akan masuk ke toilet bersihnya masyaallah tidur di sana pun nyaman. Tapi tidak mungkin bisa tidur di sana tetaplah itu tempatnya Najis. Habib masih bingung cara menggunakan air, tidak ada tempat bertanya kecuali lihat di youtube cara menggunakannya. Alhasil tanya youtube.
Habib sedang menjalani proses belajarnya dengan semangat. Ketika tiba musim salju seluruh ruangan menggunakan pemanas ruangan. Walaupun di dalam ruangan yang hangat dia tetap merasa kedinginan hingga jatuh sakit. Akan tetapi dia tidak ingin istirahat pada waktu pelajaran berlangsung. Dia teringat akan seorang syeikh yang berjuang menuntut ilmu pada masa mudanya. Ketika musim salju tidak ada pemanas ruangan sekalipun yang bisa digunakan untuk menghangatkan tubuhnya yang kedinginan. Tetapi syeikh tersebut berusaha untuk terus belajar dan menuntut ilmu. Lalu syeikh tersebut mengambil segenggam salju lalu beliau letakkan di lehernya agar suhu hangat tubuhnya cepat menurun .
Habib pun mengambil segenggam salju dan meletakkannya ke leher di samping itu keluarlah darah dari hidungnya. Memang mimisan adalah hal yang biasa pada musim dingin. Pada musim dingin udara juga kering sehingga kulit di dalam hidung menjadi kering, memberikan efek rasa gatal dan iritasi. Jika hidung tergores maka terjadilah pendarahan.
Hoca (ustaz) tak bisa berkata apapun dengan tekadnya Habib untuk tidak beristirahat sejenak, mereka berpikir apakah semua orang Indonesia seperti ini. Sepertinya tidak, tergantung manusianya. Kebanyakan orang Indonesia jika sudah pergi keluar negeri fokus pada tujuannya. Mereka sangat menyayangi anak Indonesia yang menuntut ilmu apalagi ilmu alquran. Mereka rela memberikan setengah harta mereka untuk talebe(penuntut ilmu). Kini Habib menjadi kesayangan semua orang. Di mulai saat itu juga proses belajar mengajar yang semulanya padat kini direnggangkan hanya karena Habib. Mereka sangat khawatir akan kesehatan seorang hafiz tersebut.
Waktu berlalu cepat Habib telah menyelesaikan 30 kitab dalam tiga tahun yang mana pada zaman dahulu di Yaman butuh 5 tahun dan 15 tahun untuk mengkhatam kan sebuah kitab. Habib tidak ingin cepat pulang ke negara nya, diapun segera minta izin kepada ibunya untuk menjadi qurra hafiz.
Bersambung…….
Nurul Sania lahir di Batubara pada 05 Januari 1998. Anak ke 4 dari 5 bersaudara. Masa SMA tidak menetap di sekolah yang sama. Kelas 10 di Madrasah Alqismul ali Alwashliyah pada saat yang sama mondok di Pesantren Salafiyah Khoiru Ummah. Kelas 11 sekolah di SMA Nurul Iman Tanjung Morawa, pada saat yang sama juga menghafal Alquran di rumah tahfiz Tanjung Morawa. Kelas 12 mondok di pesantren modern Arrasyid tahfiz reguler. Setelah itu penulis melanjutkan menghafal di pesantren Tahfiz Sulaimaniyah cabang Turkiye di İndonesia selama 3 tahun dan mendapatkan beasiswa belajar di Turkiye selam 3 tahun ."Tidak ada kata puas dalam menuntut ilmu karna ilmu Allah sangatlah luas .carilah ia hingga akir hayat mu"